Tuesday, July 14, 2020

Kelas X : Nilai Pancasila dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

BAB I 
Nilai-Nilai Pancasila dalam Kerangka Praktik Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

1. Sistem Nilai dalam Pancasila 
Sistem secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu rangkaian yang saling berkaitan antara nilai yang satu dan nilai yang lain.

Jika kita berbicara tentang sistem nilai berarti ada beberapa nilai yang menjadi satu dan bersama-sama menuju pada suatu tujuan tertentu.

Sistem nilai adalah konsep atau gagasan yang menyeluruh mengenai sesuatu yang hidup dalam pikiran seseorang atau sebagian besar anggota masyarakat tentang apa yang dipandang baik.

Pancasila sebagai nilai mengandung serangkaian nilai, yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, keadilan.

Kelima nilai tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak terpisahkan mengacu kepada tujuan yang satu.

Pancasila sebagai suatu sistem nilai termasuk ke dalam nilai moral (nilai kebaikan) dan merupakan nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak.

2. Implementasi Pancasila 
Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan bangsa Indonesia yang mengandung tiga tata nilai utama, yaitu dimensi spiritual, dimensi kultural, dan dimensi institusional.

Dimensi spiritual mengandung makna bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai keimanan dan ketakwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan keseluruhan nilai dalam falsafah negara.

Hal ini termasuk pengakuan bahwa atas kemahakuasaan dan curahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan terwujud.

Dimensi kultural mengandung makna bahwa Pancasila merupakan landasan falsafah negara, pandangan hidup bernegara, dan sebagai dasar negara.

Dimensi institusional mengandung makna bahwa Pancasila harus sebagai landasan utama untuk mencapai cita-cita, tujuan bernegara, dan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Aktualisasi nilai spiritual dalam Pancasila tergambar dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan tidak boleh meninggalkan prinsip keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Nilai ini menunjukkan adanya pengakuan bahwa manusia, terutama penyelenggara negara memiliki keterpautan hubungan dengan Sang Penciptanya.

Artinya, di dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara negara tidak hanya dituntut patuh terhadap peraturan yang berkaitan dengan tugasnya, tetapi juga harus dilandasi oleh satu pertanggungjawaban kelak kepada Tuhan di dalam pelaksanaan tugasnya.

Hubungan antara manusia dan Tuhan yang tercermin dalam sila pertama tersebut sesungguhnya dapat memberikan rambu-rambu agar tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran, terutama ketika dia harus melakukan korupsi, penyelewengan harta negara, dan perilaku negatif lainnya.

Nilai spiritual inilah yang tidak ada dalam doktrin good governance yang selama ini menjadi panduan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia masa kini.

Nilai spiritual dalam Pancasila ini sekaligus menjadi nilai lokalitas bagi Bangsa Indonesia yang seharusnya dapat teraktualisasi dalam tata kelola pemerintahan.

Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Sila Persatuan Indonesia, dan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan merupakan gambaran bagaimana dimensi kultural dan institusional harus dijalankan.

Dimensi tersebut mengandung nilai pengakuan terhadap sisi kemanusiaan dan keadilan (fairness) yang nondiskriminatif; demokrasi berdasarkan musyawarah dan transparan dalam membuat keputusan; dan terciptanya kesejahteraan sosial bagi semua tanpa pengecualian pada golongan tertentu.

Nilai-nilai itu sesungguhnya jauh lebih luhur dan telah menjadi rumusan hakiki dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.

Tiga nilai utama yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 tersebut di atas harus senantiasa menjadi pertimbangan dan perhatian dalam sistem dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bangsa.

Pancasila sebagai falsafah bangsa dalam bernegara merupakan nilai hakiki yang harus termanisfestasikan dalam simbol-simbol kehidupan bangsa, lambang pemersatu bangsa, dan sebagai pandangan hidup bangsa.

Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, nilai falsafah harus termanifestasikan di setiap proses perumusan kebijakan dan implementasinya.

Nilai Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan utuh di setiap praktik penyelenggaraan pemerintahan yang mengandung makna bahwa ada sumber-sumber spiritual yang harus dipertimbangkan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar tidak terjadi perlakuan yang sewenang-wenang dan diskriminatif.

Selain itu, nilai spiritualitas hendaknya menjadi pemandu bagi penyelenggaraan pemerintahan agar tidak melakukan aktivitas-aktivitas di luar kewenangan dan ketentuan yang sudah digariskan.

3. Nilai-Nilai Pancasila dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara 
Pengkajian Pancasila secara filosofis dimaksudkan untuk mencapai hakikat atau makna terdalam dari Pancasila.

Berdasarkan analisis makna nilai-nilai Pancasila diharapkan akan diperoleh makna yang akurat dan mempunyai nilai filosofis.

Dengan demikian, penyelenggaraan negara harus berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 sebagai berikut.

a. Nilai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa 
  1. Pengakuan adanya causa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa. 
  2. Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya. 
  3. Tidak memaksa warga negara untuk beragama, tetapi diwajibkan memeluk agama sesuai hukum yang berlaku. 
  4. Atheisme dilarang hidup dan berkembang di Indonesia. 
  5. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama, toleransi antarumat dan dalam beragama. 
  6. Negara memfasilitasi bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan menjadi mediator ketika terjadi konflik antar agama.

b. Nilai Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab 
  1. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan karena manusia mempunyai sifat universal. 
  2. Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa, hal ini juga bersifat universal. 
  3. Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah. Hal ini berarti bahwa yang dituju masyarakat Indonesia adalah keadilan dan peradaban yang tidak pasif, yaitu perlu pelurusan dan penegakan hukum yang kuat jika terjadi penyimpangan-penyimpangan, karena keadilan harus direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

c. Nilai Sila Persatuan Indonesia 
  1. Nasionalisme. 
  2. Cinta bangsa dan tanah air. 
  3. Menggalang persatuan dan kesatuan bangsa. 
  4. Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit. 
  5. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggulangan.

d.Nilai Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratan /Perwakilan 
  1. Hakikat sila ini adalah demokrasi. Demokrasi dalam arti umum, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. 
  2. Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Di sini terjadi simpul yang penting yaitu mengusahakan putusan bersama secara bulat. 
  3. Dalam melakukan putusan diperlukan kejujuran bersama. Hal yang perlu diingat bahwa keputusan bersama dilakukan secara bulat sebagai konsekuensi adanya kejujuran bersama. 
  4. Perbedaan secara umum demokrasi di negara barat dan di negara Indonesia, yaitu terletak pada permusyawaratan rakyat.

e. Nilai Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia 
  1. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan berkelanjutan. 
  2. Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama menurut potensi masing-masing. 
  3. Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya.


Kelas X : Lembaga Pemerintah Nonkementerian

BAB I 
Nilai-Nilai Pancasila dalam Kerangka Praktik Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

Selain memiliki kementerian negara, Republik Indonesia juga memiliki Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) yang dahulu namanya Lembaga Pemerintah Non-Departemen.

Lembaga Pemerintah NonKementerian merupakan lembaga negara yang dibentuk untuk membantu presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan tertentu.

Lembaga Pemerintah Non-Kementerian berada di bawah presiden dan bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui menteri atau pejabat setingkat menteri yang terkait.

Keberadaan LPNK diatur oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia, yaitu Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non-Departemen. Berikut ini Daftar Lembaga Pemerintah Non -Kementerian yang ada di Indonesia.

  1. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
  2. Badan Informasi Geospasial (BIG).
  3. Badan Intelijen Negara (BIN).
  4. Badan Kepegawaian Negara (BKN), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
  5. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), di bawah koordinasi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
  6. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
  7. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.
  8. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
  9. Badan Narkotika Nasional (BNN).
  10. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
  11. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
  12. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
  13. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), di bawah koordinasi Menteri Kesehatan.
  14. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), di bawah koordinasi Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
  15. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
  16. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL), di bawah koordinasi Menteri Lingkungan Hidup.
  17. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.
  18. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS),di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
  19. Badan Pertanahan Nasional (BPN), di bawah koordinasi Menteri Dalam Negeri.
  20. Badan Pusat Statistik (BPS), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. 
  21. Badan SAR Nasional (BASARNAS).
  22. Badan Standardisasi Nasional (BSN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.
  23. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.
  24. Badan Urusan Logistik (BULOG), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
  25. Lembaga Administrasi Negara (LAN), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
  26. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.
  27. Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS). 28) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
  28. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.
  29. Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan, Keamanan.
  30. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PERPUSNAS), di bawah koordinasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Kelas X : Kedudukan dan Fungsi Kementerian

BAB I 
Nilai-Nilai Pancasila dalam Kerangka Praktik Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

1. Tugas Kementerian Negara Republik Indonesia 
Dari uraian sebelumnya kalian tentunya sudah memahami bahwa sistem pemerintahan yang dianut oleh negara kita adalah sistem pemerintahan presidensial.

Dalam sistem presidensial, kedudukan presiden sangat kuat, karena ia merupakan kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan.

Dengan demikian, seorang Presiden mempunyai kewenangan yang sangat banyak. Coba kalian perhatikan tabel berikut ini!

Tugas dan kewenangan presiden yang sangat banyak ini tidak mungkin dikerjakan sendiri. Oleh karena itu, presiden memerlukan orang lain untuk membantunya.

Dalam melaksanakan tugasnya, Presiden Republik Indonesia dibantu oleh seorang wakil presiden yang dipilih bersamaan dengannya melalui pemilihan umum, serta membentuk beberapa kementerian negara yang dipimpin oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri negara ini dipilih dan diangkat serta diberhentikan oleh presiden sesuai dengan kewenangannya.

Keberadaan Kementerian Negara Republik Indonesia diatur secara tegas dalam Pasal 17 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan:
(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.

Selain diatur oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keberadaan kementerian negara juga diatur dalam sebuah undang-undang organik, yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara.

Undang-undang ini mengatur semua hal tentang kementerian negara, seperti kedudukan, tugas pokok, fungsi, susunan organisasi, pembentukan, pengubahan, penggabungan, pemisahan atau penggantian, pembubaran/penghapusan kementerian,

hubungan fungsional kementerian dengan lembaga pemerintah non-kementerian dan pemerintah daerah serta pengangkatan dan pemberhentian menteri.

Kementerian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan di bawahnya dan bertanggung jawab kepada presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

a. Penyelenggara perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya dan pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.

b. Perumusan, penetapan, pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian di daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

c. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya dan pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya.

Pasal 17 ayat (3) UUD NRI tahun 1945 menyebutkan bahwa “setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.”

Dengan kata lain, setiap kementerian negara masing-masing mempunyai tugas sendiri. Adapun urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab kementerian negara adalah sebagai berikut.

a. Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.

b. Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.

c. Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah, meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.

2. Klasifikasi Kementerian Negara Republik Indonesia 
Setelah membaca uraian di atas, tentu saja pemahaman kalian akan kementerian negara yang ada di negara kita semakin bertambah.

Nah, supaya pemahaman kalian semakin bertambah, kalian harus membaca kelanjutan dari materi di atas yang akan diuraikan pada pokok bahasan ini.

Kalian tentunya sudah memahami bahwa setiap kementerian bertugas membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Dengan demikian, jumlah kementerian negara dibentuk cukup banyak.

Hal ini dikarenakan urusan pemerintahan pun jumlahnya sangat banyak dan beragam. Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara secara tegas menyatakan bahwa jumlah maksimal kementerian negara yang dapat dibentuk adalah 34 kementerian negara.

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara. Kementerian Negara Republik Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan urusan pemerintahan yang ditanganinya.

a. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur/ nama kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sebagai berikut. 1) Kementerian Dalam Negeri
2) Kementerian Luar Negeri
3) Kementerian Pertahanan

b. Kementerian yang mempunyai tugas penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara dengan upaya pencapaian tujuan kementerian sebagai bagian dari tujuan pembangunan nasional. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD Tahun 1945 adalah sebagai berikut.
1) Kementerian Agama
2) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
3) Kementerian Keuangan
4) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
5) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
6) Kementerian Kesehatan
7) Kementerian Sosial
8) Kementerian Ketenagakerjaan
9) Kementerian Perindustrian
10) Kementerian Perdagangan
11) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
12) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
13) Kementerian Perhubungan
14) Kementerian Komunikasi dan Informatika
15) Kementerian Pertanian
16) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
17) Kementerian Kelautan dan Perikanan
18) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
19) Kementerian Agraria dan Tata Ruang

c. Kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara serta menjalankan fungsi perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, dan pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya.

Kementerian ini yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.
1) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
2) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
3) Kementerian Badan Usaha Milik Negara
4) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
5) Kementerian Pariwisata
6) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
7) Kementerian Pemuda dan Olahraga
8) Kementerian Sekretariat Negara

Selain kementerian yang menangani urusan pemerintahan di atas, ada juga kementerian koordinator yang bertugas melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian-kementerian yang berada di dalam lingkup tugasnya.

Kementerian koordinator, terdiri atas beberapa kementerian sebagai berikut.
1) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
a) Kementerian Dalam Negeri
b) Kementerian Hukum dan HAM
c) Kementerian Luar Negeri
d) Kementerian Pertahanan
e) Kementerian Komunikasi dan Informatika
f) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

2) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
a) Kementerian Keuangan
b) Kementerian Ketenagakerjaan
c) Kementerian Perindustrian
d) Kementerian Perdagangan
e) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
f) Kementerian Pertanian
g) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
h) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
i) Kementerian Badan Usaha Milik Negara
j) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

3) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
a) Kementerian Agama;
b) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
c) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;
d) Kementerian Kesehatan;
e) Kementerian Sosial;
f) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi;
g) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; dan
h) Kementerian Pemuda dan Olahraga.

4) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
a) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
b) Kementerian Perhubungan
c) Kementerian Kelautan dan Perikanan
d) Kementerian Pariwisata

Kelas X : Sistem Pembagian Kekuasaan

BAB I 
Nilai-Nilai Pancasila dalam Kerangka Praktik Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

Pendahuluan
Pemerintah merupakan salah satu unsur konstitutif (mutlak) berdirinya sebuah negara, selain dari rakyat dan wilayah.

Pemerintah bertugas menyelenggarakan pemerintahan negara, atau dengan kata lain mengelola kekuasaan negara untuk mencapai cita-cita dan tujuan negara.

Pemerintahlah yang mempunyai kewenangan mengatur seluruh rakyat dan menjaga keutuhan wilayah negara untuk mencapai kemakmuran rakyat.

Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai pemegang kekuasaan negara terdiri atas dua tingkatan, yaitu Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Dalam arti luas, Pemerintahan Pusat dilaksanakan oleh setiap lembaga negara yang tugas dan kewenangannya sudah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundang-undangan yang lainnya.

Dalam arti sempit Pemerintahan Pusat dilaksanakan oleh lembaga eksekutif, yaitu Presiden, Wakil Presiden, Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintahan Non-Kementerian.

Pemerintahan Daerah di Indonesia terdiri atas Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota.

Pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah (yang dipimpin oleh Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.



1. Macam-Macam Kekuasaan Negara 
Konsep kekuasaan tentu saja merupakan konsep yang tidak asing bagi kalian. Dalam kehidupan sehari-hari konsep ini sering sekali diperbincangkan, baik dalam obrolan di masyarakat maupun dalam berita di media cetak maupun elektronik.

Apa sebenarnya kekuasaan itu? Secara sederhana, kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain supaya melakukan tindakantindakan yang dikehendaki atau diperintahkannya.

Sebagai contoh, ketika kalian sedang menonton televisi, tiba-tiba orang tua kalian menyuruh untuk belajar, kemudian kalian mematikan televisi tersebut dan masuk ke kamar atau ruang belajar untuk membaca atau menyelesaikan tugas sekolah.

Contoh lain dalam kehidupan di sekolah, kalian datang ke sekolah tidak boleh terlambat, apabila terlambat tentu saja kalian akan mendapatkan teguran

dari guru. Di masyarakat, ada ketentuan bahwa setiap tamu yang tinggal di wilayah itu lebih dari 24 jam wajib lapor kepada Ketua RT/RW, artinya setiap tamu yang datang dan tinggal lebih dari 24 jam harus lapor kepada yang berwenang.

Nah, contoh-contoh tersebut menggambarkan perwujudan dari kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang atau lembaga.

Apakah negara juga mempunyai kekuasaan negara? Tentu saja negara mempunyai kekuasaan, karena pada dasarnya negara merupakan organisasai kekuasaan.

Dengan kata lain, bahwa negara memiliki banyak sekali kekuasaan. Kekuasaan negara merupakan kewenangan negara untuk mengatur seluruh rakyatnya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, serta keteraturan. Apa saja kekuasaan negara itu?

Kekuasaan negara banyak sekali macamnya. Menurut John Locke sebagaimana dikutip oleh Riyanto (2006: 273) bahwa kekuasaan negara itu dapat dibagi menjadi tiga macam, yakni sebagai berikut.

a. Kekuasaan legislatif,
yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undangundang.

b. Kekuasaan eksekutif,
yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undangundang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang- undang.

c. Kekuasaan federatif,
yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri.

Selain John Locke, ada tokoh lain yang berpendapat tentang kekuasaan negara, yaitu Montesquieu. Sebagaimana dikutip oleh Riyanto (2006: 273).

a. Kekuasaan legislatif,
yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang.

b. Kekuasaan eksekutif,
yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang.

c. Kekuasaan yudikatif,
yaitu kekuasaan untuk mempertahankan undangundang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undangundang.

Pendapat yang dikemukakan oleh Montesquieu merupakan penyempurnaan dari pendapat John Locke.

Kekuasaan federatif oleh Montesquieu dimasukkan ke dalam kekuasaan eksekutif, fungsi mengadili dijadikan kekuasaan yang berdiri sendiri.

Ketiga kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh lembaga-lembaga yang berbeda yang sifatnya terpisah. Teori Montesquieu ini dinamakan Trias Politika.

2. Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia
Dalam sebuah praktik ketatanegaraan tidak jarang terjadi pemusatan kekuasaan pada satu orang saja, terjadi pengelolaan sistem pemerintahan dilakukan secara absolut atau otoriter.

Untuk menghindari hal tersebut perlu ada pemisahan atau pembagian kekuasaan, agar terjadi kontrol dan keseimbangan di antara lembaga pemegang kekuasaan.

Dengan kata lain, kekuasaan legislatif, eksekutif maupun yudikatif tidak dipegang oleh satu orang saja.

Apa sebenarnya konsep pemisahan dan pembagian kekuasaan itu? Kusnardi dan Ibrahim (1983:140) menyatakan bahwa istilah pemisahan kekuasaan (separation of powers) dan pembagian kekuasaan (divisions of power) merupakan dua istilah yang memiliki pengertian berbeda satu sama lainnya.

Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai organ maupun fungsinya.

Dengan kata lain, lembaga pemegang kekuasaan negara yang meliputi lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif merupakan lembaga yang terpisah satu sama lainnya, berdiri sendiri tanpa memerlukan koordinasi dan kerja sama.

Setiap lembaga menjalankan fungsinya masing-masing. Contoh negara yang menganut mekanisme pemisahan kekuasaan adalah Amerika Serikat.

Berbeda dengan mekanisme pemisahan kekuasaan, di dalam mekanisme pembagian kekuasaan, kekuasaan negara itu memang dibagibagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan.

Hal ini membawa konsekuensi bahwa di antara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerja sama. Mekanisme pembagian ini banyak sekali dilakukan oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.

Bagaimana konsep pembagian kekuasaan yang dianut negara Indonesia? Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal

a. Pembagian Kekuasaan Secara Horizontal 
Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif, dan yudikatif).

Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara horisontal pembagian kekuasaan negara dilakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.

Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembagalembaga negara yang sederajat.

Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara

1) Kekuasaan konstitutif, 
yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.”

2) Kekuasaan eksekutif, 
yaitu kekuasaan untuk menjalankan undangundang dan penyelenggraan pemerintahan negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar

3) Kekuasaan legislatif, 
yaitu kekuasaan untuk membentuk undangundang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.”

4) Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman 
yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”

5) Kekuasaan eksaminatif/inspektif, 
yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.”

6) Kekuasaan moneter, 
yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah.

Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang- undang.”

Pembagian kekuasaan secara horisontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah provinsi (Gubernur/Wakil Gubernur) dan DPRD provinsi.

Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota) dan DPRD kabupaten/ kota.

b. Pembagian Kekuasaan Secara Vertikal 
Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan berdasarkan tingkatannya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan.

Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota).

Pada pemerintahan daerah berlangsung pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan pusat.

Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh pemerintahan pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan.

Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan asas tersebut, pemerintah pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal.

Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.


Sub Materi lainnya yang berkaitan dengan Bab 1 silakan buka pada link di bawah ini!

Nilai Pancasila dalam Penyelenggaraan Pemerintahan


Kedudukan dan Fungsi Kementerian




Monday, July 13, 2020

Makna Kewajiban Asasi Manusia


Kewajiban secara sederhana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Dengan demikian, kewajiban asasi dapat diartikan sebagai kewajiban dasar setiap manusia. Ketentuan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia. Hak dan kewajiban asasi merupakan dua hal yang saling berkaitan.

Keduanya memiliki hubungan kausalitas atau hubungan sebab-akibat. Seseorang mendapatkan haknya dikarenakan dipenuhinya kewajiban yang dimiliki.

Misalnya, seorang pekerja mendapatkan upah, setelah dia melaksanakan pekerjaan yang menjadi kewajibannya.

Selain itu, hak yang didapatkan seseorang sebagai akibat dari kewajiban yang dipenuhi oleh orang lain.

Misalnya, seorang pelajar mendapatkan ilmu pengetahuan pada mata pelajaran tertentu, sebagai salah satu akibat dari dipenuhinya kewajiban oleh guru yaitu melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas.

Hak dan kewajiban asasi juga tidak dapat dipisahkan, karena bagaimana pun dari kewajiban itulah muncul hak-hak dan sebaliknya.

Akan tetapi, sering terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang.

Misalnya, setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, akan tetapi, pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya.

Hal ini disebabkan oleh terjadinya ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada maka akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan. 

Upaya Penanganan Pelanggaran HAM


1. Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia 
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Pernyataan itu tentunya sudah sering kalian dengar. Pernyataan tersebut sangat relevan dalam proses penegakan HAM.

Tindakan terbaik dalam penegakan HAM adalah dengan mencegah timbulnya semua faktor penyebab pelanggaran HAM.

Apabila faktor penyebabnya tidak muncul pelanggaran HAM pun dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Berikut ini tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran HAM.

1) Menegakkan supremasi hukum dan demokrasi. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.

2) Meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah.

3) Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah.

4) Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip HAM kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi) maupun non-formal (kegiatan-kegiatan keagamaan dan kursus-kursus). Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.

5) Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing

2. Membangun Harmonisasi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia 
Hak dan kewajiban asasi manusia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Seseorang tidak dapat menikmati hak yang dimilikinya, sebelum memenuhi apa yang yang menjadi kewajibannya.

Misalnya, dalam proses pembelajaran di sekolah, kalian tidak akan mendapatkan pemahaman yang baik dalam sebuah pelajaran apabila tugas-tugas dalam mata pelajaran tersebut tidak kalian kerjakan. Kemudian, seorang pekerja tidak akan mendapatkan kenaikan upah apabila tidak menampilkan kinerja yang baik.

Dengan demikian, dapat dipastikan antara hak asasi dan kewajiban asasi dalam perwujudannya harus diharmonisasikan atau diseimbangkan oleh setiap orang. Bagaimana caranya mengharmonisasikan hak dan kewajiban asasi dalam kehidupan sehari-hari?

Salah satu cara untuk mengharmonisasikan hak dan kewajiban asasi manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan menghindarkan diri kita dari sikap egois atau terlalu mementingkan diri sendiri.

Sikap egois dapat menyebabkan seseorang untuk selalu menuntut haknya, sementara kewajibannya sering diabaikan.

Seseorang yang mempunyai sikap egois akan menghalalkan segala cara agar haknya dapat terpenuhi, meskipun caranya dapat melanggar hak orang lain.

Upaya untuk mengharmonisasikan hak dan kewajiban asasi manusia merupakan salah satu bentuk dukungan terhadap penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah.

Sebagai warga negara dari bangsa dan negara yang beradab sudah sepantasnya sikap dan perilaku kita mencerminkan sosok manusia beradab yang selalu menghormati keberadaan orang lain secara kaffah. Sikap tersebut dapat

Upaya Pemerintah dalam Menegakan HAM


Semua negara di dunia sepakat untuk menyatakan penghormatan terhadap nilai-nilai hak asasi manusia yang universal melalui berbagai upaya penegakan HAM.

Akan tetapi, pelaksanaan hak asasi manusia dapat saja berbeda antara satu negara dengan negara lain. Ideologi, kebudayaan, dan nilai-nilai khas yang dimiliki suatu bangsa akan memengaruhi sikap dan perilaku hidup berbangsa.

Misalnya di Indonesia, semua perilaku hidup berbangsa diukur dari kepribadian Indonesia yang tentu saja berbeda dengan bangsa lain.

Bangsa Indonesia dalam proses penegakan HAM tentu saja mengacu pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundang-undangan lainnya.

Dengan kata lain, penegakan HAM di Indonesia tidak berorientasi pada pemahaman HAM liberal dan sekuler yang tidak selaras dengan makna sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Selain mengacu pada peraturan perundang-undangan nasional, proses penegakan HAM di Indonesia juga mengacu kepada ketentuan-ketentuan hukum internasional yang pada dasarnya memberikan wewenang luar biasa kepada setiap negara.

Berkaitan dengan hal tersebut, Idrus Affandi dan Karim Suryadi menegaskan bahwa bangsa Indonesia dalam proses penegakan HAM sangat mempertimbangkan dua hal di bawah ini.

a. Kedudukan negara Indonesia sebagai negara yang berdaulat baik secara hukum, sosial, maupun politik harus dipertahankan dalam keadaan apa pun sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut dalam piagam PBB.

b. Dalam pelaksanaannya, pemerintah harus tetap mengacu kepada ketentuan-ketentuan hukum internasional mengenai HAM. Kemudian menyesuaikan dan memasukkannya ke dalam sistem hukum nasional serta menempatkannya sedemikian rupa sehingga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem hukum nasional.

Pemerintah Indonesia dalam proses penegakan HAM ini telah melakukan langkah-langkah strategis, di antaranya sebagai berikut.

a. Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) 
Komnas HAM dibentuk pada 7 Juni 1993 melalui Keppres Nomor 50 Tahun 1993. Keberadaan Komnas HAM selanjutnya diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asas Manusia pada pasal 75 sampai dengan pasal 99. Komnas HAM merupakan lembaga negara mandiri setingkat lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai lembaga pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM.

Komnas HAM beranggotakan 35 orang yang dipilih oleh DPR berdasarkan usulan Komnas HAM dan ditetapkan oleh presiden.

Masa jabatan anggota Komnas HAM selama lima tahun dan dapat diangkat lagi hanya untuk satu kali masa jabatan. Komnas HAM mempunyai wewenang sebagai berikut.
a. Melakukan perdamaian pada kedua belah pihak yang bermasalah.
b. Menyelesaikan masalah secara konsultasi maupun negosiasi.
c. Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah dan DPR untuk ditindaklanjuti.
d. Memberi saran kepada pihak yang bermasalah untuk menyelesaikan sengketa di pengadilan.

Setiap warga negara yang merasa hak asasinya dilanggar boleh melakukan pengaduan kepada Komnas HAM.

Pengaduan tersebut harus disertai dengan alasan, baik secara tertulis maupun lisan dan identitas pengadu yang benar.

b. Pembentukan Instrumen HAM.
Instrumen HAM merupakan alat untuk menjamin proses perlindungan dan penegakan hak asasi manusia.

Instrumen HAM biasanya berupa peraturan perundang-undangan dan lembaga-lembaga penegak hak asasi manusia, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Pengadilan HAM.

Instrumen HAM yang berupa peraturan perundang-undangan dibentuk untuk menjamin kepastian hukum serta memberikan arahan dalam proses penegakan HAM.

Adapun peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk mengatur masalah HAM sebagai berikut.

1) Pada amandemen kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan satu bab tambahan dalam batang tubuh yaitu bab XA yang berisi mengenai hak asasi manusia, melengkapi pasal-pasal yang lebih dahulu mengatur mengenai masalah HAM.

2) Dalam Sidang Istimewa MPR 1998 dikeluarkan Ketetapan MPR mengenai hak asasi manusia yaitu TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998.

3) Ditetapkannya Piagam HAM Indonesia pada tahun 1998.

4) Diundangkannya Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang diikuti dengan dikeluarkannya Perpu Nomor 1 Tahun 1999 tentang pengadilan HAM yang kemudian ditetapkan menjadi sebuah undang-undang, yaitu Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

5) Ditetapkannya peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak yaitu:
a) Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,
b) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan
c) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak

6) 0eratifkasi instrumen +$0 internasiRnal selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. ,nstrumen +$0 internasiRnal yang diratifkasi di antaranya sebagai berikut.

a. .RnYensi -eneZa 12 $gustus 19 9. 7elah diratifkasi dengan 8ndangUndang RI Nomor 59 Tahun 1958.

b. Konvensi Tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention of Political Rights of Women). 7elah diratifkasi dengan 8ndang-8ndang R, 1RmRr 68 Tahun 1958.

c. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elmination of Discrimination againts Women). 7elah diratifkasi dengan 8ndang-8ndang R, 1RmRr 7 7ahun 1984.

d. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child). Telah diratifkasi dengan .eputusan Presiden 1RmRr 36 7ahun 1990.

e. Konvensi Pelarangan Pengembangan, Produksi dan Penyimpanan Senjata Biologis dan beracun serta pemusnahannya (Convention on the Prohibition of the Development, Production and Stockpilling of Bacteriological (Biological) and Toxin Weapons and on their Destruction). Telah diratifkasi dengan .eputusan Presiden 1RmRr 7ahun 1991.

f. Konvensi Internasional terhadap Anti Apartheid dalam Olahraga (International Convention Againts Apartheid in Sports). 7elah diratifkasi dengan Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 1993.

g. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or degreeling Treatment or Punishment). 7elah diratifkasi dengan 8ndang-8ndang R, Nomor 5 Tahun 1998.

h. Konvensi Organisasi Buruh Internasional Nomor 87 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (ILO Convention No. 87, 1998 Concerning Freedom of Association and Protection of the Rights to Organise). 7elah diratifkasi dengan .eputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998.

i. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial (Convention on the Elemination of Racial Discrimination). Telah diratifkasi dengan 8ndang-8ndang R, 1RmRr 29 7ahun 1999.

j. Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights). 7elah diratifkasi dengan 8ndangUndang RI Nomor 11 tahun 2005.

k. Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights.) Telah diratifkasi dengan 8ndang-8ndang R, 1RmRr 12 tahun 200 .

c. Pembentukan Pengadilan HAM 
Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000. Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang diharapkan dapat melindungi hak asasi manusia, baik perseorangan maupun masyarakat.

Pengadilan HAM menjadi dasar bagi penegakan, kepastian hukum, keadilan dan perasaan aman, baik perseorangan maupun masyarakat.

Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Di samping itu, berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang dilakukan oleh warga negara Indonesia dan terjadi di luar batas teritorial wilayah Indonesia.

Kasus Pelanggaran HAM


1. Penyebab Pelanggaran Hak Asasi Manusia 
Dalam kehidupan sehari-hari, kalian tentunya sering mendengar dan melihat peristiwa-peristiwa seperti pembunuhan, perampokan yang disertai pembunuhan, penyiksaan, dan sebagainya.

Selain itu, mungkin saja kalian pernah melihat seorang pembantu rumah tangga yang dicaci maki oleh majikannya karena melakukan sebuah kesalahan, seorang siswa yang dihardik oleh teman-temannya, dan sebagainya.

Semua peristiwa itu merupakan peristiwa pelanggaran HAM. Setiap manusia pasti mempunyai hak asasi, akan tetapi hak asasi yang dimiliki oleh manusia dibatasi oleh hak asasi manusia lainnya.

Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk melanggar hak asasi orang lain. Akan tetapi, dalam kenyataannya manusia suka lupa diri, bahwa di sekitarnya terdapat manusia yang mempunyai kedudukan yang sama dengan dirinya.

Namun dengan ketamakannya, manusia sering melabrak hak asasi sesamanya dengan alasan yang tidak jelas.

Pelanggaran HAM disebabkan oleh faktor-faktor berikut.

a. Faktor internal, yaitu dorongan untuk melakukan pelanggaran HAM yang berasal dari diri pelaku pelanggar HAM, di antaranya sebagai berikut.

1) Sikap egois atau terlalu mementingkan diri sendiri Sikap ini akan menyebabkan seseorang untuk selalu menuntut haknya, sementara kewajibannya sering diabaikan. Seseorang yang mempunyai sikap seperti ini akan menghalalkan segala cara agar supaya haknya dapat terpenuhi, meskipun caranya tersebut dapat melanggar hak orang lain. 

2) Rendahnya kesadaran HAM
Hal ini akan menyebabkan pelaku pelanggaran HAM berbuat seenaknya. Pelaku tidak mau tahu bahwa orang lain pun mempunyai hak asasi yang harus dihormati. Sikap tidak mau tahu ini berakibat munculnya perilaku atau tindakan penyimpangan terhadap hak asasi manusia.

3) Sikap tidak toleran
Sikap ini akan menyebabkan munculnya saling tidak menghargai dan tidak menghormati atas kedudukan atau keberadaan orang lain. Sikap ini pada akhirnya akan mendorong orang untuk melakukan diskriminasi kepada orang lain

b. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor di luar diri manusia yang mendorong seseorang atau sekelompok orang melakukan pelanggaran HAM, di antaranya sebagai berikut.

1) Penyalahgunaan kekuasaan
Di dalam masyarakat terdapat berbagai macam kekuasaan. Kekuasaan ini tidak hanya menunjuk pada kekuasaan pemerintah, tetapi juga bentuk-bentuk kekuasaan lain. Salah satu contohnya adalah kekuasaan di dalam perusahaan. Para pengusaha yang tidak memperdulikan hakhak buruhnya jelas melanggar hak asasi manusia. Oleh karena itu, setiap penyalahgunaan kekuasaan mendorong timbulnya pelanggaran HAM.

2) Ketidaktegasan aparat penegak hukum
Aparat penegak hukum yang tidak bertindak tegas terhadap setiap pelanggaran HAM, tentu saja akan mendorong timbulnya pelanggaran HAM lainnya. Penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang tidak tuntas akan menjadi pemicu bagi munculnya kasus-kasus lain. Para pelaku pelanggaran HAM tidak akan merasa jera, karena mereka tidak menerima sanksi yang tegas atas perbuatannya itu. Selain hal tersebut, aparat penegak hukum yang bertindak sewenang-wenang juga dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran HAM dan dapat menjadi contoh yang tidak baik. Hal ini dapat mendorong timbulnya pelanggaran HAM yang oleh masyarakat pada umumnya.

3) Penyalahgunaan teknologi
Kemajuan teknologi dapat memberikan pengaruh yang positif, tetapi bisa juga memberikan pengaruh negatif bahkan dapat memicu timbulnya kejahatan. Kalian tentunya pernah mendengar terjadinya kasus penculikan yang berawal dari pertemanan dalam jejaring sosial. Kasus tersebut menjadi bukti apabila pemanfaatan kemajuan teknologi tidak sesuai aturan, tentu hal ini akan menjadi penyebab timbulnya pelangaran HAM. Selain itu, kemajuan teknologi dalam bidang produksi ternyata dapat menimbulkan dampak negatif, misalnya munculnya pencemaran lingkungan yang bisa mengakibatkan terganggunya kesehatan manusia.

4) Kesenjangan sosial dan ekonomi yang tinggi
Kesenjangan menggambarkan terjadinya ketidakseimbangan yang mencolok di dalam kehidupan masyarakat. Pemicunya adalah perbedaan tingkat kekayaan atau jabatan yang dimiliki. Apabila hal tersebut dibiarkan akan menimbulkan terjadinya pelanggaran HAM, misalnya perbudakan, pelecehan, perampokan bahkan pembunuhan.

Faktor-faktor pelanggaran HAM di atas hanya sebagian kecil saja, tentu saja masih banyak faktor lain yang menjadi pemicu timbulnya pelanggaran HAM.

Oleh karena itu, coba kalian cari faktor-faktor lainnya yang menyebabkan timbulnya pelanggaran HAM dengan membaca berbagai macam sumber seperti dari buku, surat kabar, majalah atau internet.

2. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia 
Di Indonesia, meskipun pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundangundangan mengenai HAM namun pelanggaran HAM tetap selalu ada, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri.

Pelanggaranpelanggaran tersebut merupakan cerminan telah terjadi kelalaian atas pelaksanaan kewajiban asasi manusia.

Padahal, sudah sangat jelas bahwa setiap hak asasi itu disertai dengan kewajiban asasi yaitu kewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain dan kewajiban untuk patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berikut ini beberapa contoh kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia.

1. Kerusuhan Tanjung Priok tanggal 12 September 1984. Dalam kasus ini 24 orang tewas, 36 orang luka berat, dan 19 orang luka ringan. Keputusan majelis hakim terhadap kasus ini menetapkan 14 terdakwa seluruhnya dinyatakan bebas.

2. Penyerbuan kantor Partai Demokrasi Indonesia tanggal 27 Juli 1996. Dalam kasus ini lima orang tewas, 149 orang luka-luka, dan 23 orang hilang. Keputusan majelis hakim terhadap kasus ini menetapkan empat terdakwa dinyatakan bebas dan satu orang terdakwa divonis 2 (dua) bulan 10 hari.

3. Penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. Dalam kasus ini 4 (empat) orang mahasiswa tewas. Mahkamah Militer yang menyidangkan kasus ini memvonis dua terdakwa dengan hukuman 4 (empat) bulan penjara, empat terdakwa divonis 2 - 5 bulan penjara dan sembilan orang terdakwa divonis penjara 3 - 6 tahun.

4. Tragedi Semanggi I pada tanggal 13 November 1998. Dalam kasus ini enam orang mahasiswa tewas. Kemudian terjadi lagi tragedi Semanggi II pada tanggal 24 September 1999 yang mengakibatkan seorang mahasiswa tewas.

5. Penculikan aktivis pada 1997/1998. Dalam kasus ini 23 orang dinyatakan hilang (9 orang di antaranya telah dibebaskan, dan 13 orang belum ditemukan sampai saat ini.).